Bekasi yang kita kenal sekarang telah tercatat dalam sejarah sejak masa Kerajaan Tarumanegara, sekitar abad ke-5 Masehi. Alkisah, pada masa itu Tarumanegara menggali sebuah saluran air untuk kesejahteraan penduduk.
Selain untuk kepentingan irigasi bagi area persawahan, saluran itu juga dimaksudkan untuk menghindari bencana banjir. Saluran air itu dinamai Chandrabhaga.
Berita pembangunan Chandrabhaga dicatat oleh Kerajaan Tarumanegara dalam suatu prasasti. Pada 1878, seorang ahli Belanda yakni Profesor H. Kern menemukan prasasti itu di Kampung Batu Tumbuh, Desa Tugu, Cilincing (saat ini di Jakarta Utara)
Ahli filologi Indonesia terkemuka, Profesor Poerbatjaraka, kemudian menguraikan bahwa Chandrabaga adalah gabungan dari kata Chandrayang berarti bulan dan Bhaga yang berarti bagian.
Secara etimologis, nama Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Namun, dalam Bahasa Jawa Kuno, kata Chandra juga setara dengan kata Sasi.
Perlahan-lahan, seiring perkembangan, kata Sasi lebih sering digunakan dibanding Chandra, sehingga nama Chandrabaga berubah menjadi Bhagasasi. Dalam lafal masa itu, Bhagasasi lebih kerap diucapkan sebagai Bhagasi.
Nama Bhagasi itulah yang kemudian dikenal pada masa kolonial Belanda. Namun, dalam lafal Belanda, Bhagasi dieja sebagai Bacassie. Nama itulah yang dalam di tengah masyarakat dilafalkan sebagai Bekasi hingga sekarang.
Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, juga pada masa perjuangan Revolusi Fisik (1946-1949), Bekasi memiliki sejarah khusus. Wilayah ini dijuluki sebagai Bumi Patriot yang dihuni oleh pejuang Tanah Air.
Kemudian, pada 1950-an, ketika muncul RIS Pasundan, masyarakat Bekasi kembali menunjukkan patriotisme. Pada 17 Januari 1950, para pemimpin dan tokoh masyarakat seperti R Soepardi, KH Noer Alie, Namin, Aminuddin, serta Marzuki Urmaini membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi sekaligus menggelar rapat akbar di Alun-Alun Bekasi. Bumi Patriot menuntut kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rapat akbar itu disesaki oleh sekitar 40.000 orang dari berbagai pelosok Bekasi. Hasilnya adalah sejumlah kesepakatan yang menjadi tuntutan bersama. Tuntutan itu dikenal sebagai Resolusi 17 Januari dan ditandatangani oleh Wedana saat itu, A. Sirad dan Asisten Wedana yakni R Harun.
Salah satu poin terpenting dalam resolusi tersebut adalah tuntutan penggantian nama yang ketika itu digunakan, yakni Kabupaten Jatinegara. Masyarakat Bumi Patriot menghendaki agar nama wilayah mereka menjadi Kabupaten Bekasi.
Salah seorang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Mohammad Hatta, kemudian menyetujui tuntutan masyarakat Bekasi. Ia menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 mengenai pembentukan kabupaten-kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Ia juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang berlakunya UU Nomor 14.
Secara resmi, Kabupaten Bekasi terbentuk dan ditetapkan pada15 Agustus 1950. Tanggal itulah yang sekaligus menjadi hari jadi Kabupaten Bekasi yang diperingati setiap tahun.
Sumber: https://bekasi.pojoksatu.id/baca/sejarah-singkat-kabupaten-bekasi-hingga-kini-berusia-68-tahun